Sebagai seorang kepala sekolah di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) pavorit di Kecamatan Garut Kota, ia selalu menyempatkan waktu untuk menyalurkan hobinya yakni melukis. Hobinya akan seni rupa ini sudah ia jalani dari puluhan tahun lamanya. Saat ditemui di ruang kerjanya, Rahmat mengatakan, dirinya belajar melukis secara otodidak dari berbagai referensi. “Dulu saya beli buku bekas di depan kantor PLN Bandung untuk cari referensi mempelajari seni lukis. Karena kalau buku baru harganya mahal. Sekarang Alhamdulillah dengan majunya teknologi seperti internet semakin mempermudah mencari dan menggali ilmu tentang lukis, asal mau dan rajin,” ungkap pria yang penuh kharisma ini.
Amat menambahkan, dirinya tidak dapat dipisahkan dari seni
lukis walaupun sempat vakum hampir tujuh tahun melukis. Tetapi walaupun begitu,
dirinya tetap ikhlas mengurus organisasi lukis se-Kabupaten Garut sebagai Ketua
Dewan Penasehat sampai sekarang.
Kiprahnya di bidang seni lukis, cukup memberikan kontribusi
positif khususnya bagi Kabupaten Garut. Dirinya bersama seniman lukis lainnya
di Kab Garut melahirkan organisasi Organisasi Assalam Islam (OASIS) 1207.
Bahkan, Rahmat dipercaya sebagai penasihat di organisasi tersebut. Tahun 1994,
lanjut Rahmat, Karisma Racana awal mula bangkitnya pere perupa Garut.
Menurutnya, Dari sinilah geliat kreatifitas sanggar seni lukis makin
bermunculan. “Saya ditempatkan sebagai sekretaris selama beberapa periode. Saya
pun ikut andil berdirinya Dewan Kesenian Garut (DKG) dan dipercaya sebagai
sekretaris,” ucapnya.
“Meskipun saya sibuk dengan kedinasan dan kaderisasi
organisasi , sekarang Alhamdulillah masih terus dipercaya sebagai ketua dewan
penasihat perupa baik di DKG maupun di komite,” tambahnya.
Pria yang terlihat gagah ini mulai tahun 90-an ikut
pameran-pameran seni lukis naik di Garut ataupun di luar Garut. Hasil lukisan
karyanya kadang berkonsep realis, natural, surealis dan melukis menurut kata
hati. Dirinya pun sudah sering menjadi
juri festival lukis baik tingkat kecamatan maupun tingkat kabupaten.
Sedikit mengulas tentang lukisannya yang bergambar Tubuh
Monalisa dengan Kepala Mr Bean, menurutnya, dirinya terinspirasi dari banyaknya
kasus LGBT yang sekarang marak terjadi. “Lukisan ini adalah gambaran kaum Nabi
Luth yang kembali bermunculan dengan wajah dan cerita yang berbeda,” ujarnya.
Tak hanya itu, ia pun memperlihatkan lukisan orang yang
sedang sholat. Menurutnya, lukisan ini adalah cerminan pribadi yang
mengungkapkan betapa rendahnya manusia dihadapan sang Pencipta. Namun dibalik
itu, lanjutnya, ibadah, do’a dan harapannya hanya untuk uang yang disimbolkan
dengan sajadah yang terbuat dari uang seratus ribu.
Lebih jauh Amat mengungkapkan, di tanah subur negara ini,
betapa mahalnya harga sebuah kursi sehingga harus membuat jembatan uang untuk
mencapainya. Tetapi bagi rakyat kecil yang kekurangan, betapa bernilainya arti
harga uang Rp 500. Namun, ada setitik harapan, beberapa pemimpin sekarang sudah
turun langsung membantu rakyat yang miskin, berbagi kesenangan yang menimbulkan
harapan baru khususnya bagi rakyat Garut yang dhuafa.
Terakhir melukis, lanjut Amat, diberikan kepada Bapak Bupati dan
Ibu Bupati Garut sebagai cinderamata dalam pembukaan SPKS beberapa waktu lalu.
(Ramhdhan/Chow)








